Bisu Tanpa Ampun

Sore bulan November..
Semakin redup dan beranjak malam
Desember pun mulai menampakkan bias – bias nya
Mengapa November ini berlalu begitu cepat
Seperti berlari sunyi menjemput kebohongan yang nyata
Tiga atau empat langkah pandanganku jauhnya..
Tertutup pekatnya mendung, awan hitam dan indahnya kepalsuan.

Dalam doaku petang ini..
Datanglah Desember, dan biarkan aku berlari sunyi..
Tergopoh – gopoh, membawa semua cerita dan mimpi berhamburan.
Berserakan.. diantara caci maki doa yang terlanjur dipanjatkan..
Senja ini tak pernah tertunda.. malam akan segera datang..
Menggantikan mimpi yang tak pernah menjadi harapan
Berdiri menantang, menyerang.. membantai bisu tanpa ampunan

Dalam doaku saat malam menjelang..
Berikan aku satu Januari, secarik kertas dan sebuah pena..
Biar ku tulis, awal dari sebuah dongeng..
Tentang putriku Jibril, yang cantik seperti ibunya..
Atau Mikail puteraku, yang pandai membuat belati..

Hujan Deras

Hujan yang teramat deras dibulan Maret
Sejuta titik menghujam jatuh ke bumi
Membawa sejuta harapan untuk benih – benih mimpi

Ini bukan air mata sang kala
Melainkan harta karun yang tumpah terburai
Untuk negeri yang katanya akan berubah haluan
Atas nama mimpi, harapan dan pengorbanan

Petir pun bergeser mencakar
Menambah sebuah tantangan
Menebarkan teror ancaman kehancuran
Atas nama penguasa, pemegang tahta kejayaan

Sanggupkah kalian berdiri bertahan
Diantara jatuhnya hujan dan lambaian halilintar
Ataukah kalian hanya akan berteduh menepi
Dan menandakan bahwa seolah semua telah mati

Untuk para petarung negeri, yang berperisai poster dan bersenjatakan janji..

Langit Sore

Sore ini, begitu indahnya
Langit jingga, malu – malu tertutup tipisnya awan
Dan ujungnya tersibak angin dengan perlahan

Sang mentari pun mulai menepi dan tenggelam
Meninggalkan sebuah pesan dari surga
Dimana tak ada sesuatu yang berlangsung abadi
Segala hal akan selalu datang dan pergi

Namun ini bukanlah sebuah rasa yang sia – sia
Melainkan cerita yang terindah sepanjang masa
Berjuta harapan yang akan bersemi sebagai mimpi

Hangat Bulan

Malam ini kubiarkan pintu kamar ini terbuka sebagian
Biar dapat kulihat bulatnya bulan, yang tipis tertutup awan
Apakah nyenyak tidurmu malam ini sayang ?
Terjagalah walau hanya sejenak, dan tataplah bulan itu
Bulan yang sejak tadi kutatap, juga bulan yang kau dekap

Bila kau rasakan hangatnya, hingga kau sadari
Tanganku takkan mampu hangatkan mu seperti itu
Biar kutitipkan salamku kepada bulan itu
Agar selamanya kau ingat, bahwa aku pernah ada
Meskipun takkan setiap malam menemanimu

Dan bulan pun perlahan meredup
Sedikit demi sedikit awan menutupi bulat cahayanya
Seakan memberi makna, untuk misteri yang terungkap
Akhir dari sebuah mimpi, yang teramat panjang

Untuk ia yang pernah ada, saat kami berjalan dengan arah yang sama.

Gerimis

Gerimis sore ini begitu indah
Rintik – rintik kecil terdengar seperti nyanyian alam
Airnya jatuh, diatas bulir pasir yang gersang
Dan menghilang tanpa bekas
Seperti pergi begitu saja tanpa pesan yang tertinggal

Haruskah aku berguru kepada hujan atau bertanya kepada angin
Agar aku tahu, apa pesan rintik hujan kepada pasir yang gersang

Tanpa terasa, rintik demi rintik hujan pun menghilang
Meninggalkan pudarnya warna pelangi
Berlapis warna warni dengan indahnya
Seakan sembunyikan harapan yang seharusnya tak ada

Doa bagi seorang kawan, yang sedang berjuang mencari hujannya sendiri

Memar, Hitamnya Luka, Terpatri

Amarah tak terbendung
Memar dan luka hitam terpatri
Menjadikannya sebuah penyakit
Mengalir diantara gelimang darah
Deras diantara desakkan nafsu hina
Bercampur tawa terkeras, dan senyum kemenangan
Menebar sejuta ketakutan, yang hadir di setiap tidurmu

Ujung mata ini saksinya, yang menjadikanmu abu
Terbakar diantara bara kematian yang kekal
Hingga terlepas sebuah jiwa dari raga yang rapuh
Dan saat itu aku masih tetap akan mendongak berdiri
Sombong, angkuh, tanpa ampunan

Bagimu pecundang, yang bangunkan belalang tua dari istirahatnya yang teramat panjang.

Tutup Mulutmu

Jika mulutmu adalah pedangmu
Maka ragamu sebagai baju zirahnya
Dan bersiaplah melawanku
Karena sedetikpun aku takkan pernah bergeming
Hingga saat terakhir di neraka
Hanya untuk merah, hitam dan pengorbanan
Atas nama sebuah harga, nama dan pengabdian

Merangkak

Kemarin Temanku pergi berlari
Sambil merangkak ku kejar dia
Hari ini temanku berputar dan datang lagi
Membawa berita kemenangannya
Temanku pergi lagi dan juga berlari
Dan aku tetap merangkak mengejarnya
Lalu besok dan lusa….???

Belum Juga Berarti

Tuhan ciptakan aku sebagai ksatria
Gagah perkasa, dengan pedang dan perisai
Walaupun tanpa medan pertempuran
Tuhan ciptakan aku sebagai petani
Giat bekerja, bertangan dingin dengan cangkul di pundak
Meskipun tanpa sebidang lahan garapan

Tuhan hampir memberiku segalanya
Benar – benar lengkap, segalanya…
Ilmu, keterampilan, kekuatan…
Meskipun tanpa kekuasaan
Aku bersyukur dengan apa yang aku punya
Meskipun belum juga dapat diamalkan

Ilmu dan Tong Sampah

Presiden bilang wajib belajar
Belajar untuk mencari ilmu
Karena ilmu sangatlah murah
Menteri bilang wajib belajar
Belajar supaya memiliki pendidikan tinggi

Namun sayang pendidikan jauh lebih mahal daripada ilmu
Ilmu dengan mudah bisa kudapat walaupun dalam tong sampah
Tapi pendidikan mutlak harus kubayar dengan mahal

Lalu apa kabar dengan kemampuan ??
Bos bilang, “Kemampuan tidaklah penting dibandingkan dengan ijazah…”

Aku Tak Perlu Seorang Guru

Jangan ajari aku tentang kehidupan
Karena kehidupan bagiku hanyalah sebuah warisan
Jangan Ajari Aku tentang perdamaian
Karena hingga kini aku masih tetap berperang
Jangan ajari aku tentang pendidikan
Karena ilmu tak pernah membuat perut ku kenyang
Jangan ajari aku tentang rasa sakit
Karena rasa sakit adalah kawan setia sepanjang hari
Jangan ajari aku tentang kehormatan
Karena kehormatan hanya akan membuatku angkuh
Jangan ajari aku tentang apapun yang kau tahu
Karena alam semesta ini sudah cukup memberiku segala jawabannya

Siang Pun Beranjak Tua

Siang hari, sudah tampak seperti petang
Saatnya aku untuk kembali pulang
Ke desa di kaki gunung, tempat aku dilahirkan
Berbekal ilmu, dan seruling bambu
Biar kuhimpun dan kuhirup, udara segar kebebasan
Atas segala kelelahan, dan segenap penantian sia-sia
Yang hampir menyerah, diantara setumpuk harapan

Seruling ku pun akan kerap bercerita
Dengan nada indah, diantara alam sejuk pegunungan
Menembus kabut, menyentuh tanah dan mencakar angkasa raya
Dengarkan indah nadanya.. menebar sejuta harapan
Dan beribu benih pohon masa depan,
maka kelak mereka akan tumbuh subur
Menjulang tinggi diantara pilar-pilar tangguh kesombongan

Untuk akhir sebuah penantian yang teramat panjang, melelahkan, dan hampir diantara keputusasaan.

« Older entries